1. Teori Pengertian Etika
- Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
 - Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
 - Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
 
Dari
 asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti 
adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi 
tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan 
waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan 
pada umumnya
- Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
 - Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
 
Fungsi Etika
- Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
 - Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
 - Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
 
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.Ada beberapa pengertian etika bisnis menurut para ahli, antara lain:
- Velasques (2002). Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
 - Hill dan Jones (1998). Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan, “Most of us already have a good sense of what is right and what is wrong. We already know that is wrong to take action that put the lives other risk” (“Sebagian besar dari kita sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang benar dan apa yang salah. Kita sudah tahu bahwa salah satu untuk mengambil tindakan yang menempatkan risiko kehidupan yang lain.”).
 - Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and Environment An Introduction” memberi batasan yakni, ”business ethics is ethical standards that concern both the ends and means of business decision making” (“Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.”).
 
a. Norma Umum
 Norma adalah sesuatu hal yang memberi pedoman tentang bagaimana kita 
harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar
 bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita. 
intinya norma adalah suatu pemikiran atau paham yang menentukan suatu 
tindakan baik atau buruk di mata orang lain dan pantas atau tidaknya 
suatu perbuatan dilakukan. Macam-macam dari norma terbagi menjadi 2 yaitu: norma umum dan norma 
khusus. Norma umum kemudian dibagi kembali menjadi 3 subpokok yaitu: 
norma sopan santun, norma hukum dan norma moral. berikut ini adalah 
penjelasan dari norma-norma tersebut:
Norma Khusus, adalah aturan yang berlaku 
dalam bidang kegiatan atau kehidupan yang khusus, sebagai contohnya 
adalah  aturan dalam olah raga. peraturan yang harus ditaati oleh pemain
 yang terlibat dalam satu kegiatan olahraga adalah contoh dalam 
menerapkan perilaku atau tindakan dari satu kegiatan atau situasi yang 
khusus.
Norma Umum sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat 
tertentu boleh dikatakan lebih bersifat universal atau dipahami atau 
dijadikan landasan menentukan perbuatan yang baik atau buruk oleh banyak
 orang di dunia. norma umum ini terbagi menjadi 3 yaitu:
- Norma Sopan santun atau Norma Etiket, yaitu adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan sehari-hari. Etika tidak sama dengan Etiket. Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau tata krama
 - Norma Hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Norma hukum ini mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik
 - Norma Moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
 
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma umum lainnya, yaitu:
- Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan, kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok
 - Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi, cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan, tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri
 - Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense).
 
norma umum dalam kaitannya hubungan dengan berbisnis adalah suatu 
pedoman bagi para pelaku bisnis untuk melakukan bisnis sesuai dengan 
prinsip yang dipegang oleh lingkungan di mana bisnis itu dilakukan. 
mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan dan mencemari lingkungan
 adalah salah satu kegiatan yang sangat melanggar norma umum secara 
universal. setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menikmati 
kekayaan alam, namun tak juga hak tersebut dapat ‘dirampas’ oleh 
segelintir orang yang mempunyai kepentingan bisnis, dan memperkaya hak 
nya.
di dalam praktik bisnis dikenal istilah tanggung jawab sosial, di 
mana perusahaan yang sudah menghabiskan begitu banyak sumber daya 
diharuskan memberikan kontribusi dalam pengembangan taraf hidup 
masyarakat sekitarnya, tempat di mana suatu unit bisnis menghabiskan 
sumber daya.
unit bisnis besar yang memiliki banyak cabang di berbagai negara 
diharuskan memiliki kepekaan dan kepatuhan terhadap budaya masyarakat 
setempat dan hukum yang berlaku. suatu unit bisnis tidak bisa 
mengabaikan hukum yang sudah ditetapkan dalam satu negara, ketika suatu 
perusahaan menjalankan bisnisnya. suatu perusahaan juga diwajibkan 
memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam satu negara karena 
bagaimanapun norma moral yang berlaku adalah ‘menghormati sang tuan 
rumah’ agar bisnis dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari 
masyarakat sekitar.
b. Teori Etika Deontologi
Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’
 berarti ilmu atau teori. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu 
harus ditolak sebagai keburukan, deontologi menjawab, ‘karena perbuatan 
pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
- Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
 - Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
 - Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
 
Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu 
memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang 
harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara 
moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil
 adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak 
demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak orang lain atau 
mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya sendiri 
sehingga wajib dihindari.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.
c. Teori Etika Teleologi
Adalah Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau 
dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan 
oleh tindakan itu.Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala
 yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, 
kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam 
suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah 
studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam 
maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran 
filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” 
objektif di luar manusia .
Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai tuhan dan kepercayaan yang berbeda beda dan karena itu aturan yg ada di setiap agama pun perbeda beda .
Dua aliran etika teleologi :
Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai tuhan dan kepercayaan yang berbeda beda dan karena itu aturan yg ada di setiap agama pun perbeda beda .
Dua aliran etika teleologi :
- Egoisme Etis
 - Utilitarianisme
 - Egoisme Etis
 
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada 
dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.
 Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa 
yang paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, 
seseorang tidak mempunyai kewajiban alami terhadap orang lain. Meski 
mementingkan diri sendiri, bukan berarti egoisme etis menafikan tindakan
 menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong orang lain, asal
 kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau 
menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptrakan 
keuntungan bagi diri sendiri. Menolong di sini adalah tindakan 
berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas tanpa berharap pamrih 
tertentu. 
2. Bisnis Sebuah Profesi Etis
a. Etika Terapan
Etika terapan (applied ethics) adalah studi etika yang menitikberatkan 
pada aspek aplikatif teori etika atau norma yang ada. Etika terapan 
muncul akibat perkembangan yang pesat dari etika dan kemajuan ilmu 
lainnya. Sejak awal Abad XX, etika terapan menjadi suatu studi yang 
menarik karena terlibatnya berbagai bidang ilmu lain (ilmu kedokteran, 
ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu keperawatan, dan sebagainya) dalam 
mengkaji etika.
Disebut etika terapan karena sifatnya yang praktis, yaitu memperlihatkan
 sisi kegunaannya. Sisi kegunaan itu berasal dari penerapan teori dan 
norma etika ketika berada pada perilaku manusia. Sebagai ilmu praktis, 
etika bekerja sama dengan bidang ilmu lain dalam melihat prinsip yang 
baik dan yang buruk. Penyelidikan atau kajian etika terapan meliputi dua
 wilayah besar, yaitu kajian yang menyangkut suatu profesi dan kajian 
yang berkaitan dengan suatu masalah. Kajian tentang profesi berarti 
membahas etika terapan dari sudut profesi tertentu, misalnya etika 
kedokteran, etika politik, etika bisnis, etika keperawatan. Etika 
terapan yang meyoroti berbagai masalah misalnya pencemaran lingkungan 
hidup menimbulkan kajian tentang etika lingkungan hidup; pembuatan, 
pemilikan dan penggunaan senjata nuklir menimbulkan kajian tentang etika
 nuklir; diskriminasi dalam berbagai bentuk (ras, agama, gender, warna 
kulit, dan lain-lain) menyebabkan munculnya studi tentang hal itu 
(misalnya etika feminisme dan etika multikultural). Jadi jelaslah bahwa 
etika terapan yang berkaitan dengan masalah tersebut sangat diminati 
oleh masyarakat modern saat ini karena topiknya aktual dan sangat 
relevan dengan kehidupan kontemporer.
b. Etika Profesi
Bidang etika terapan yang dapat dipelajari secara lebih khusus adalah 
etika profesi. Etika profesi merupakan bidang yang sangat diperlukan 
oleh dunia kerja, khususnya yang berkaitan dengan kemajuan teknologi. 
Dalam arus globalisasi yang sedemikian pesat ini, ilmu pengetahuan dan 
teknologi membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan, 
keterampilan, serta kepandaian dalam mengolah dan menguasai teknologi 
yang dihadapinya ketika ia bekerja. Selain menguasai pendidikan formal, 
dan berpengalaman bekerja, sumber daya manusia itu membutuhkan semacam 
sarana untuk berpijak dalam bidang yang digelutinya. Sarana itu adalah 
etika profesi. Mengapa harus etika profesi? Etika profesi adalah etika 
yang berkaitan dengan profesi atau etika yang diterapkan dalam dunia 
kerja manusia. Di dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, 
berbagai pertimbangan moral dan sikap yang bijak.
Secara lebih khusus, etika profesi dapat dirumuskan sebagai bagian dari 
etika yang membahas masalah etis tentang bidang-bidang yang berkaitan 
dengan profesi tertentu, seperti dokter (kedokteran), pustakawan 
(perpustakaan), arsiparis (kearsipan), profesional informasi, ahli 
hukum, dan pengacara. Yang menjadi pertanyaan sekarang, sebenarnya 
profesi itu apa? Profesi (dalam bahasa Latin: professues ) semula 
berarti suatu kegiatan manusia atau pekerjaan manusia yang dikaitkan 
dengan sumpah suci. Atas dasar sumpah itulah manusia harus bekerja 
dengan baik. Selain itu ada beberapa istilah profesi yang harus 
dijelaskan, yaitu profesi yang menyangkut tindak bekerja yang dilakukan 
sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup serta 
mengandalkan keahlian tertentu. Pengertian profesi yang lain, adalah 
sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan untuk memperoleh nilai 
komersial. Dalam perbuatan itu, misalnya Tuan Komang bekerja sebagai 
pegawai administrasi BB. la merasa tidak bahagia, tetapi ia terpaksa 
menerima pekerjaan itu (meskipun dengan honor yang dianggapnya kurang 
memadai) karena mencari pekerjaan yang lebih memadai sangat sulit. 
Selain itu terdapat pengertian profesi sebagai komunitas moral (moral 
community) yang diikat oleh adanya cita-cita dan nilai bersama yang 
dimiliki seseorang ketika ia berada dan bersama-sama dengan teman 
sejawat dalam dunia kerjanya.
Di sisi lain, seorang profesional hendaknya memiliki sejumlah keahlian 
yang diperolehnya secara formal, misalnya belajar di perguruan tinggi, 
sekolah tinggi dan sebagainya. Perolehan keahlian secara formal sangat 
penting dan menjadi bagian terpenting bagi seorang profesional ketika ia
 kelak disumpah atas dasar profesi tertentu. Tidaklah mungkin seorang 
dokter melakukan sumpah jabatan (dokter) apabila ia belum menyelesaikan 
studinya secara penuh. Dengan keahliannya seorang profesional bekerja di
 suatu tempat, membuka praktek, memberikan pelayanan kepada khalayak 
yang membutuhkannya.
Dalam kaitannya dengan profesinya itu, seorang profesional berhadapan 
dengan klien atau pasien atau pemakai jasa, yaitu seseorang yang menaruh
 kepercayaan terhadap dirinya sehingga profesional tersebut memberikan 
pelayanan tertentu atas dasar keahliannya Untuk itu seorang profesional 
dapat menerima sejumlah honor atau pembayaran atas pelayanan yang 
diberikannya. Hubungan professional – klien/pasien/pemakai jasa 
berdasarkan semacam kontrak kerja atau perjanjian yang disepakati 
bersama. Dengan kesepakatan itu seorang profesional wajib membela 
kepentingan kliennya/pasiennya/pemakai jasa dan, sebaliknya, si 
klien/pasien/pemakai jasa harus memberikan sejumlah pembayaran yang juga
 telah disepakati bersama. Dalam hubungan kerja antara profesional–klien
 terdapat juga beberapa aspek moral atau pertimbangan-pertimbangan etis.
 Aspek moral atau pertimbangan etis menjadi landasan bagi kedua pihak 
untuk menjaga kepercayaan di antara mereka. 
Segala bentuk pelayanan haruslah memiliki aspek pro bono publico (segala
 bentuk pelayanan untuk kebaikan umum). Dalam hubungan pelayanan itu 
kebaikan umum dapat beraspek ganda. Pertama, adanya profesional yang 
memiliki profesi khusus, yang mementingkan pro lucro, yaitu demi 
keuntungan, sehingga pelayanan diberikan kepada klien. Kedua, pro bono, 
demi kebaikan si klien, sehingga pelayanan yang diberikan si profesional
 tidak semata-mata demi pembayaran. Dampak aspek-aspek itudapat berupa 
timbulnya ketidakpastian dalam hubungan pelayanan (saling tidak percaya 
sehingga antara si profesional dengan kliennya tidak terdapat hubungan 
yang harmonis yang dapat berakibat pada pemutusan hubungan). Namun, 
aspek pro bono dapat memunculkan profesional yang memiliki profesi 
luhur, yaitu profesi yang semata-mata tidak mementingkan upah melainkan 
berdasarkan pengabdian pada masyarakat, misalnya perawat, guru, dosen, 
dan rohaniwan.
Sesuatu yang tidak terpisahkan dari etika profesi adalah kode etik 
profesi yang merupakan “akibat” dari hadirnya etika profesi, yang muncul
 karena etika profesi tersebut berada dalam komunitas tertentu yang 
memiliki keahlian yang sama. Kode etik profesi merupakan aturan atau 
norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Di dalam norma tersebut 
muncul beberapa persyaratan atau kriteria yang bersifat etis dan harus 
ditaati oleh para pemilik profesi. Di dalam masyarakat ilmiah seperti 
kedokteran, ilmu perpustakaan, atau ilmu sejarah muncul kode etik yang 
berlaku bagi para dokter, para pustakawan, atau sejarawan yang tergabung
 dalam “wadah” tertentu (Ikatan Dokter Indonesia, Masyarakat Sejarah 
Indonesia, Himpunan Dosen Etika Seluruh Indonesia, dan lain-lain).
Kode etik profesi yang tertua dipelopori oleh Hippocrates, seorang 
dokter Yunani Kuno yang hidup pada Abad V SM, yang dianggap sebagai 
Bapak llmu Kedokteran. Kode etik profesi itu kemudian terkenal dengan 
sebutan “Sumpah Hippocrates”. Melalui pemikiran-pemikiran etis, produk 
etika profesi muncul dalam masyarakat moral (moral community) yang 
dianggap memiliki cita-cita bersama dan dipersatukan oleh latar belakang
 pendidikan yang sama dan keahlian yang sama pula. Refleksi etis muncul 
di dalam kode etik profesi. Itu berarti bahwa kode etik dapat diubah 
atau diperbaharui susunan “aturan”-nya atau dibuat baru demi situasi 
atau kondisi yang baru akibat implikasi-implikasi yang muncul. Perubahan
 kode etik tidak mengurangi nilai etis atau nilai moral yang telah ada, 
tetapi justru menjadi nilai tambah bagi kode etik profesi itu sendiri.
Selain itu di dalam kode etik profesi termaktub pernyataan-pernyataan 
yang berisikan pesan moral dan rasa tanggung jawab moral bagi yang akan 
menjalankan profesi itu. Bila terjadi pelanggaran kode etik profesi, 
maka profesional yang melanggar itu akan mendapatkan sangsi dari 
masyarakat moralnya (dalam hal ini institusi atau lembaga yang memiliki 
masyarakat dengan keahlian tertentu). Tujuan sangsi tersebut ialah untuk
 menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab moral ditegakkan di dalam 
dunia profesi.
Sebagai sebuah kajian yang berkaitan dengan perilaku etis manusia yang 
bekerja, etika terapan memiliki objek. Objek forma etika profesi adalah 
perilaku etis atau perilaku manusia yang berkaitan dengan yang baik dan 
buruk. Untuk memperjelas objek tersebut, haruslah disebut juga objek 
forma etika profesi. Objek forma atau pokok perhatian dari etika profesi
 adalah perilaku manusia tentang yang baik dan buruk yang berkaitan 
dengan pekerjaannya. Dan dalam kaitannya dengan pekerjaannya itu maka 
seseorang hendaknya dapat memiliki kepekaan moralitas atau kepedulian 
etis untuk bersikap baik terhadap sesama rekan kerja, dan sesama manusia
 yang berkaitan dengan profesinya tanpa merugikan orang lain.
 
c. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur
Tahap
 berikutnya dari sebuah profesi etis bisnis setelah etika terapan, dan 
etika profesi ialah pelaku bisnis dan perusahaan akan menuju bisnis 
sebagai profesi luhur. Perlu kita ketahui bahwa bisnis bukanlah profesi,
 sebagian besar pendapat mengatakan bahwa seseorang yang melakukan 
bisnis pasti ada yang berbuat curang dan bisnis yang dijalankannya itu 
pasti akan menuju perbuatan yang dilarang oleh agama. Pendapat ini tentu
 banyak yang menentang karena pendapat itu hanya dipandang dari sisi 
negatifnya saja, mereka tidak memandangnya dari sisi positif. Sisi 
positifnya, banyak orang yang berpendapat seseorang yang menjalankan 
bisnis pastinya telah memiliki banyak pengalaman, mempertimbangkan 
segala resikonya yang akan terjadi, berusaha seprofesional mungkin pada 
kemampuan dan konsekuensi yang dimiliki oleh si pelaku bisnis itu 
sendiri, dengan pendapat inilah bisnis menjadi sebuah profesi luhur.
Pandangan-pandangan yang umumnya muncul pada bisnis sebagai profesi luhur terbagi dalam 2 pandangan, yaitu pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis ialah sebelum bisnis dimulai, perusahaan perlu melakukan riset (penelitian) agar dapat mengamati hasil dari penelitian tersebut bisnis apakah yang pada umumnya dewasa ini banyak dilakukan oleh pelaku bisnis lain, setelah perusahaan tahu dari hasil riset tersebut, perusahaan akan mencoba mengawali bisnisnya dengan mengadakan kegiatan antara pimpinan dengan karyawan yang menyangkut memproduksi beberapa produk, seperti : produk telekomunikasi berupa penggunaan jasa mobile (HP), penggunaan jasa internet, dan juga penggunaan jasa telepon, menjual produk yang dihasilkan oleh perusahaan telekomunikasi tersebut, membeli barang dan jasa telekomunikasi untuk memperoleh keuntungan.
Tentu saja pandangan praktis-realistis ini merupakan tujuan kegiatan bisnisnya secara ekonomi bukan kegiatan sosial, tanpa adanya keuntungan bisnis perusahaan telekomunikasi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Pandangan yang kedua adalah pandangan ideal, yaitu dalam prakteknya profesi luhur masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. pandangan ini beranggapan bahwa pandangan yang ideal baru dianut oleh sebagian besar pelaku bisnis yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai-nilai tertentu yang dianutnya. Dasar pemikiran pandangan ideal adalah pertukaran timbal balik secara fair diantara kedua belah pihak pelaku, dan menegakkan keadilan komutatif khususnya keadilan tukar menukar barang atau pertukaran dagang bisnis yang fair.
Dengan adanya pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal kesimpulan yang dapat diambil bahwa tidak semua citra dunia bisnis itu negatif yang disebabkan oleh pandangan praktis-relistis yang melihat bisnis sebagai mencari keuntungan. Masalah ini harus diselesaikan agar keuntungan yang diperoleh dari bisnis tersebut memang halal, fair, jujur, dan wajar. Memang secara tujuan, keuntungan tetap menjadi prioritas utama dalam menjalankan bisnis yang dapat memajukan dan mensejahterahkan kehidupan perusahaan telekomunikasi. Agar jalinan bisnis perusahaan telekomunikasi kokoh, maka perusahaan di bidang telekomunikasi perlu membangun bisnis sebagai profesi luhur, yaitu dengan memperkuat hubungan diantara organisasi profesi, dan mengembangkan profesi bisnis tersebut menjadi profesi luhur.
Pandangan-pandangan yang umumnya muncul pada bisnis sebagai profesi luhur terbagi dalam 2 pandangan, yaitu pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis ialah sebelum bisnis dimulai, perusahaan perlu melakukan riset (penelitian) agar dapat mengamati hasil dari penelitian tersebut bisnis apakah yang pada umumnya dewasa ini banyak dilakukan oleh pelaku bisnis lain, setelah perusahaan tahu dari hasil riset tersebut, perusahaan akan mencoba mengawali bisnisnya dengan mengadakan kegiatan antara pimpinan dengan karyawan yang menyangkut memproduksi beberapa produk, seperti : produk telekomunikasi berupa penggunaan jasa mobile (HP), penggunaan jasa internet, dan juga penggunaan jasa telepon, menjual produk yang dihasilkan oleh perusahaan telekomunikasi tersebut, membeli barang dan jasa telekomunikasi untuk memperoleh keuntungan.
Tentu saja pandangan praktis-realistis ini merupakan tujuan kegiatan bisnisnya secara ekonomi bukan kegiatan sosial, tanpa adanya keuntungan bisnis perusahaan telekomunikasi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Pandangan yang kedua adalah pandangan ideal, yaitu dalam prakteknya profesi luhur masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. pandangan ini beranggapan bahwa pandangan yang ideal baru dianut oleh sebagian besar pelaku bisnis yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai-nilai tertentu yang dianutnya. Dasar pemikiran pandangan ideal adalah pertukaran timbal balik secara fair diantara kedua belah pihak pelaku, dan menegakkan keadilan komutatif khususnya keadilan tukar menukar barang atau pertukaran dagang bisnis yang fair.
Dengan adanya pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal kesimpulan yang dapat diambil bahwa tidak semua citra dunia bisnis itu negatif yang disebabkan oleh pandangan praktis-relistis yang melihat bisnis sebagai mencari keuntungan. Masalah ini harus diselesaikan agar keuntungan yang diperoleh dari bisnis tersebut memang halal, fair, jujur, dan wajar. Memang secara tujuan, keuntungan tetap menjadi prioritas utama dalam menjalankan bisnis yang dapat memajukan dan mensejahterahkan kehidupan perusahaan telekomunikasi. Agar jalinan bisnis perusahaan telekomunikasi kokoh, maka perusahaan di bidang telekomunikasi perlu membangun bisnis sebagai profesi luhur, yaitu dengan memperkuat hubungan diantara organisasi profesi, dan mengembangkan profesi bisnis tersebut menjadi profesi luhur.
Sumber :