1. Kasus BUMN
Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memecat Direktur Utama PT Sang Hyang Seri/SHS (Persero) Kaharuddin karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit hibrida di Kementrian Pertanian. Padahal pada saat pengangkatan Kaharuddin sebagai Direktur Utama PT SHS, Mentri BUMN Dahlan Iskan meminta agar tidak tergantung kepada proyek-proyek yang diselenggarakan oleh Kementrian Pertanian. Pasalnya dalam proyek-proyek yang diselenggarakan sering menimbulkan permasalahan seperti proyek untuk pengadaan bibit dari pupuk decomposer.
Kasus ini bermula ketika Kementrian Pertanian melakukan pengadaan benih hibrida di sejumlah daerah pada tahun 2008 hingga 2012. Kejaksaan menduga PT SHS memenangi tender proyek dengan rekayasa bahkan kontrak pengelolaan cadangan benih nasional sebesar 5% tidak disalurkan ke kantor regional di beberapa daerah. Kejaksaan Agung menduga PT SHS melakukan rekayasa penentuan harga komoditas dan pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.
Selain Kaharuddin, Kejaksaan Agung pun telah menahan empat orang tersangka dalam kasus tersebut diantaranya adalan mantan Direktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun 2008-2011 Rachmat, mantan Direktur PT SHS tahun 2008-2011 Yohanes Maryadi Padyaatmaja, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan Syafaat.
2. Kasus Merger
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informasi, Gatot Dewa Broto, mengatakan Menteri Tifatul menyetujui permohonan akusisi PT XL Axiata terhadap PT Axis Telekom Indonesia. Alasannya, akusisi itu sesuai dengan visi pemerintah tentang penyehatan industri telekomunikasi.
"Permohonan itu juga sudah dikaji dan tak terdapat kekhawatiran adanya praktek monopoli," kata Gatot dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 1 Desember 2013. Persetujuan itu akan ditindaklanjuti dengan penggabungan dua perusahaan atau merger.
Sebelumnya, XL Axiata dikabarkan akan membeli saham PT AXIS Telekom Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Saudi Telecom Co. (STC). Saudi Fransi Capital memprediksi nilai AXIS mencapai US$1 miliar termasuk utang. Saham AXIS juga dimiliki oleh Maxis Communications Bhd yang berbasis di Malaysia. Adapun XL Axiata merupakan perusahaan yang 66,5 persen sahamnya dimiliki oleh Axiata Group Bhd, Malaysia.
Adapun persetujuan itu, menurut Gatot, tertulis dalam surat Menteri Kominfo No. 1147/M.KOMINFO/UM.01.01/11/2013 tertanggal 28 November 2013.
Gatot mengatakan, karena Axis diakusisi oleh XL, maka pihak pemohon harus mengembalikan izin pita spektrum frekuensi radio selebar 2 x 10 MHz di pita frekuensi 2,1 GHz (3G), yaitu frekuensi 1975-1980 MHz yang berpasangan dengan 2165-2170 MHz dan frekuensi 1955-1960 MHz yang berpasangan dengan 2145-2150 MHz. Sedangkan frekuensi 2100 MHz akan dilakukan penataan ulang.
Keputusan Menteri Tifatul ini, kata Gatot, sudah diambil berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu kata Gatot, sesuai penjelasan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, tingkat persaingan dalam suatu pasar akan meningkat jika jumlah perusahaan di suatu pasar berkurang. "Jadi persaingan jasa komunikasi nantinya akan semakin sehat dan efektif."
3. Kasus Akuisisi
Rencana akusisi PT Bank Tabungan Negara oleh PT
Bank Mandiri Tbk (BMRI) dinilai banyak kejanggalan. Salah satunya adalah dugaan
adanya aksi ambil untung dari gejolak harga saham kedua perusahaan negara
tersebut yang dilakukan para pejabat negara.
Ketua Serikat Pekerja BTN Satya Wijayantara menjelaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan dugaan adanya aksi ambil untung yang dilakukan oleh para pejabat di Kementerian BUMN, dan Bank Mandiri atas gejolak harga saham beberapa waktu lalu. Menyikapi hal itu, Satya menegaskan segera melaporkan dugaan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Nanti pada tanggal 12 Mei 2014, kalau Menneg BUMN tidak mencabut agenda RUPS yang akan diadakan pada tanggal 21 Mei, kami (SP BTN) sudah berencana akan datang ke KPK dan melaporkan kasus ini," tegas Satya ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (29/4).
Lebih lanjut, Satya menjelaskan bahwa ada dua agenda utama dalam agenda RUPS yang akan diadakan pada tanggal 21 Mei mendatang. Pertama adalah pergantian jajaran komisaris dan pengalihan saham Dwi Warna milik pemerintah yang ada di BTN ke Bank Mandiri.
Menurutnya, kalau Dahlan Iskan selaku Meneg BUMN tidak mencabut dua agenda tersebut maka selain mendatangi KPK, SP BTN juga akan mengepung kompleks DPR RI dan kantor BPK RI untuk menyampaikan bahwa penyelenggara negara di Kementerian BUMN, dan Bank Mandiri, yang mengeruk keuntungan dari kasus ini.
"Kenapa? Agar seluruh komponen penegak hukum, terutama KPK yang integritas masih bagus ini mengawasi dan memeriksa Menteri BUMN, dan Direktur Bank Mandiri. Karena pasti ada pihak-pihak yang mengetahui permainan dalam aksi ambil untung ini," tegas Satya.
Melihat kondisi seperti ini, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menyatakan bahwa pihaknya masih belum menerima laporan dari masyarakat terkait indikasi ambil untung dari kenaikan saham BTN & Mandiri. Namun, KPK memastikan akan menindaklanjuti segala laporan masyarakat yang masuk ke KPK.
"Kita (KPK) tetap akan terlebih dahulu melihat domain apakah ada indikasi korupsi atau tidak dalam rencana akusisi tersebut. Selama ada laporan masyarakat yang masuk, kita akan tindak lanjuti. Namun untuk saat ini kita belum mendapat laporan apapun," jelas Johan ketika dikonfirmasi.
Saham BTN cenderung tertekan pada perdagangan saham Kamis (24/4) setelah pemerintah memutuskan menunda akuisisi BTN oleh Bank Mandiri. Harga saham BTN sempat berada di level tertinggi Rp 1.290 per saham dan terendah Rp 1.170 per saham.
Secara year to date, saham BBTN naik 33,33% dari harga Rp 870 per saham pada 30 Desember 2013 menjadi Rp 1.305 per saham pada 23 April 2014. (Fario Untung)
4. Kasus Tender
Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan PT Samudrajaya Niaga Perkasa (Terlapor I), PT Inti Samudera Abdi Nusantara (Terlapor II), Panitia Pengadaan Pekerjaan Subsidi Pengoperasian Kapal Perintis Trayek R-10 Pangkalan Surabaya Tahun Anggaran 2009(Terlapor III) terbulti melanggar Pasal 22 UU Anti Monopoli.
Dalam siaran persnya, Majelis yang terdiri dari Prof Tresna P Soemardi (Ketua), AM Tri Anggraini, dan Prof Ahmad Ramadhan masing-masing sebagai anggota, menyatakan dugaan pelanggaran tersebut terjadi dalam Tender Pekerjaan Subsidi Pengoperasian Kapal Perintis Trayek R-10 Pangkalan Surabaya Tahun Anggaran 2009.
Dalam Perkara No 19/KPPU-L/2009 ini, Majelis menilai perilaku para pelaku usaha dalam hal persekongkolan horizontal maupun vertikal. Dalam amarnya, Majelis menghukum Terlapor I membayar denda sebesar Rp200 juta. Majelis juga melarang Terlapor II mengikuti proses tender pengoperasian kapal perintis Trayek R-10 Pangkalan Surabaya selama jangka waktu 1 (satu) tahun setelah Putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Sumber :
No comments:
Post a Comment